Kritik Historis dan Yuridis terhadap Klaim Netanyahu di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Upaya Penyesatan Fakta Sejarah
Keywords:
Netanyahu, Gaza, invansi, Hukum Internasional, Palestina, Perserikatan Bangsa-bangsaAbstract
Artikel ini mengkaji secara kritis pernyataan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-79 (27 September 2024), yang menegaskan bahwa operasi militer Israel di Gaza dan Lebanon bukan merupakan invasi. Penelitian ini bertujuan untuk membantah klaim tersebut melalui analisis historis dan yuridis yang berlandaskan hukum internasional, serta dilengkapi dengan refleksi filsafat politik mengenai pembedaan antara agama, bangsa, dan negara. Secara metodologis, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggabungkan rekonstruksi historis atas tindakan militer Israel sejak 1948 dengan analisis normatif terhadap instrumen hukum internasional, termasuk Piagam PBB, Konvensi Jenewa, dan Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional. Hasil kajian menunjukkan bahwa pernyataan Netanyahu tidak konsisten dengan fakta historis mengenai berulangnya intervensi militer Israel di Gaza dan Lebanon, maupun dengan definisi hukum internasional mengenai invasi, pendudukan, dan agresi. Data empiris tentang korban sipil—lebih dari 41.500 warga Palestina tewas dan 96.000 lainnya terluka sejak Oktober 2023—menegaskan bahwa klaim “pembelaan diri” tidak dapat dibenarkan secara yuridis maupun moral. Analisis ini juga menyoroti pentingnya pembedaan antara Yudaisme sebagai agama, Bani Israel sebagai komunitas historis, dan Negara Israel modern sebagai entitas politik, yang legitimasi teritorialnya tidak dapat otomatis diturunkan dari kategori religius maupun etnis. Artikel ini menyimpulkan bahwa retorika Netanyahu merupakan upaya politis untuk membalik persepsi agresi menjadi narasi pembelaan diri, sementara bukti historis dan yuridis menunjukkan adanya pola pendudukan dan invasi. Implikasi yang lebih luas adalah perlunya rekonstruksi narasi Palestina sebagai bangsa autochthonous, serta penguatan peran hukum internasional dalam menegaskan kebenaran historis dan membatasi manipulasi retorika politik di forum global.